MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Kamu Dimana?


Hari mulai senja, sambil menyeruput kopi dingin di sebuah kafe bernama Kafe Kenangan. Satu persatu kenangan akan dirimu berseliweran tanpa permisi di pelupuk mata. Senyum manis yang tersungging di wajah perpaduan Arab dan Batak, pupil mata coklat, dan bulu mata lentikmu seakan nyata di depanku. 

Kamu tahu kan, kalau aku tidak pernah menyukai kopi. Asam lambungku bisa naik bila menyesap kopi. Meski sama-sama kafein, lambungku lebih bersahabat dengan teh. Tapi sore ini, atas nama kenangan, aku ingin menyicipi kopi kegemaranmu.

Tiba-tiba, alam pikiranku mundur ke hampir 19 tahun lalu. Gadis manis berwajah Arab itu duduk tanpa kerudung di kelas yang masih sepi. Aku berbasa-basi sejenak, sebelum menyodorkan tangan kananku. "Risma..."

Kamu bingung, mata coklatmu menatapku tajam. Kemudian tersenyum dan menyambut tanganku, "Khadijah Hasibuan..."

"Oh....orang Batak?" Tanyaku sok tahu.

"Tepatnya Tapanuli Selatan..."

Dan aku ber-o ria. 

"Aku dari Jakarta..." aku memperkenalkan diri dengan sopan.

"Iya tau....dari gayanya sudah terlihat...." Khadijah yang dikemudian hari kupanggil DJ pun menyahut dengan logat khas Bataknya. Dan sejak itu kami berteman.

Pertemanan kami jelas bukan pertemanan biasa. Semakin hari, derajat pertemanan kami meningkat, lama-lama aku merasa dia lebih cocok kusebut sahabat dibanding hanya teman biasa.

Sepanjang masa kuliah, aku menghabiskan masa-masa indah dengan dia dan keempat sahabatku yang lain; Widi, Dewi, Irma dan Ari. Sesekali memang Isma menjadi bagian dari kelompok kita. 

Kamu masih ingat kan, masa-masa indah kita di desa-desa tempat kita menghabiskan masa praktikum kuliah pertanian. Kamu mengajari aku untuk tangguh dan tidak menjadi cengeng. Aku pikir kamu itu perempuan tegar. Hidup yang keras mengajari kamu untuk tegar.

Kita pun bertumbuh bersama, lulus dari universitas negeri dan kamu memilih mengadu nasib di ibukota. Kesibukan kita kala itu, tidak menghalangi aku dan kamu untuk selalu bersama, setidaknya menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Terkadang malah kamu menemaniku berhari-hari hanya untuk sekedar bercerita tentang hal-hal remeh hingga serius.

Kita kami semua menikah dan punya anak, kamu mulai menjauh. Dan tiba-tiba secara perlahan lenyap dari aku, Widi, Dewi, Irma dan Ari.

Aku mencari kamu DJ! Kami mencarimu. 

Terbayang tidak, dari sahabat terdekat kemudian kamu menghilang tanpa jejak. Tanpa jejak! Semua orang yang kupikir bisa menghubungkan aku denganmu lagi tetiba tutup mulut.

Kamu tahu kalau aku social media enthusiast. Maka kamu menutup semua akunmu, membiarkannya tak bertuan.

Hampir 4 tahun, kamu hilang tanpa jejak. Tetapi setiap saat aku tak lupa berdoa, semoga kamu baik-baik saja. 

Kamu tahu kan kemana harus menghubungi aku? 

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial