MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

PIHU


Kemarin sewaktu saya berselancar di Instagram. Tak sengaja saya melihat trailer film India berjudul 'Pihu'. Konon film yang tayang 16 November 2018 lalu di India mendapatkan banyak penghargaan internasional. Film ini diangkat dari kisah nyata.

Satu menit trailer yang membuat saya akhirnya browsing demi bisa melihat full movie. Saya malah menemukannya di Facebook Watch. Film berdurasi 1,5 jam yang disutradarai oleh Vinod Kapri. 

Sebetulnya inti kisah dari film ini adalah tentang petualangan seorang anak berusia 2 tahun, Pihu (Myra Vishwakarma) di rumahnya sendiri. Meski hanya di rumah sendiri, bocah yang baru saja berulang-tahun itu harus mengalami peristiwa-peristiwa paling mencekam untuk bocah seusia dia tanpa pengawasan orang dewasa sama sekali. 

Kisah dimulai pada pagi hari seusai pesta ulang tahun yang meninggalkan sampah dan barang-barang sisa pesta yang berceceran. Pihu yang baru bangun tidur berusaha memanggil ibunya yang terlihat sedang tidur dengan wajah pucat. Namun sekeras apapun upaya Pihu membangunkan sang ibu, tak juga membuahkan hasil. Sang ibu tetap tak membuka mata. 

Tetiba Pihu ingin buang air besar. Pihu yang panik akhirnya berusaha menutupi kepanikannya. Pergi ke toilet, memasang potty training di WC duduk, membuka celana dengan susah payah, pup dan berikutnya Pihu tak tahu bagaimana harus membersihkan diri.

Telepon berbunyi, rupanya dari sang ayah yang sedang perjalanan dinas tapi marah dengan ibu Pihu. Pihu tak mengerti kenapa sang ayah marah-marah, padahal Pihu pun bingung menghadapi kesendiriannya. 

Pihu lagi-lagi berupaya membangunkan sang ibu. Sang ibu tetap tak bergemin, tetiba sebuah botol berisi pil obat penenang, terjatuh dari genggaman sang ibu. Pihu memunguti pil yang berceceran. Sambil menimang-nimang untuk mencicipi obat ibunya itu.

Tetiba Pihu lapar. Susu di botolnya yang dengan susah payah diraih, jatuh dan tumpah ke lantai. Pihu jalan ke dapur menemukan sisa chapatti (roti India). Ia mencoba menghangatkannya di microwave. Tentu saja Pihu tidak tahu bagaimana menyalakan, mengatur lama penghangatan dan mematikannya. Akhirnya rotinya gosong tak bisa dimakan. 

Pihu tak menyerah, ia mencoba menyalakan kompor gas untuk memanggangnya. Dan yah, Pihu berhasil menyalakan tetapi tidak tahu cara mematikannya. Akhirnya rotinya gosong juga. 

Di dapurnya itu ada keran air yang terbuka. Airnya mulai luber. Di lantai ada stop kontak, belum lagi pemanas air yang menyala dan kompor yang menyala. 

Pihu akhirnya menemukan makanan di kulkas. Setelah membuat roti dengan selai dan memakannya. Ia pun membawakan juga untuk sang ibu. Namun sayang sang ibu tidak juga bangun.

Sang ibu mati overdosis obat penenang setelah berantem dengan sang ayah. Sang ibu marah karena suaminya dianggap berselingkuh dengan perempuan lain. Kebetulan saat itu suaminya harus berangkat untuk meeting di Kolkata.

Di dalam kamar, tak kalah horor. Ada setrikaan menyala dan bahkan sudah membakar baju Pihu. Sebenarnya sang ayah menelepon istrinya berkali-kali agar segera mencabut setrikaan, hanya saja karena sang ibu sudah meninggal. Hanya Pihu yang menerima telepon. 

Konon Vinod Kapri, sang sutradara adalah salah satu sutradara kenamaan di India. Berkat kelihaiannya meramu cerita, film berdurasi 1,5 jam ini menjadi film dengan cerita yang tak biasa. Penonton diajak melihat sebuah monolog yang dilakukan oleh anak berusia dua tahun dengan gaya dan bahasanya sendiri, tanpa ada orang lain! 

Myra melakoni perannya dengan sangat baik, bahkan aktingnya terlihat sangat natural. Semua mimpi buruk tiap orang tua ketika meninggalkan anaknya seorang diri tanpa pengawasan, dihadirkan Vinod dengan sempurna, dari bahaya kesetrum, terbakar, kena pecahan beling botol yang jatuh kelantai, jatuh dari ketinggian, bahkan keracunan obat. 

Vinod pun berani mengeksploitasi elemen-elemen paling berbahaya untuk anak-anak yang ada di sebuah rumah. Semua elemen ini dikembangkan dalam tiap scene yang diperankan oleh artis belia ini. 

Inti cerita yang yang sangat sederhana ini dikembangkan Vinod menjadi sebuah sosio-thriller solid yang sangat mencekam hingga akhir, bahkan dapat disejajarkan oleh film-film Hollywood seperti “Cast Away” (2000) yang menganut aliran ‘one man film’.

Satu kata! Ini film keren! 

Satu hal yang tidak saya sukai di film itu adalah sang ibu yang digambarkan perempuan lemah, lebih pilih bunuh diri. Daripada bunuh diri mencelakai anak, mending kawin lagi buk! Ngapain juga mencelakai diri dan masa depan anak demi laki-laki macam dia.


Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial