Sepanjang ingatan masa kecil saya, maka sinetron Keluarga Cemara adalah salah satu yang paling ingat. Sebuah keluarga bahagia yang terdiri dari Abah (Adi Kurdi), Emak (Novia Kolopaking), Euis (Ceria HD), Cemara (Anisa Fujianti), dan Agil (Pudji Lestari).
Sinetron Keluarga Cemara sebenarnya diangkat dari novel cerita anak-anak dengan judul yang sama yang tulis oleh Arswendo Atmowiloto, dan diawal produksinya disutradarai oleh Eduart Pesta Sirait. Keluarga Cemara boleh jadi tidak benar-benar ada di bumi Indonesia ini. Mereka berada di dalam imajinasi cerdas Arswendo Atmowiloto. Namun melalui Keluarga Cemara, kita belajar mengenai arti keluarga di dalam kehidupan kita.
Sinetron Keluarga Cemara ini mencatatkan rekor sebagai serial terpanjang sepanjang masa yang tetap memperhatikan kualitas. Makanya tak heran kalau sinetron ini berkali-kali mendapatkan penghargaan. Sungguh berbeda jauh dengan sinetron 'zaman now'.
Keluarga Cemara mengajarkan kepada pemirsanya betapa pentingnya nilai sebuah keluarga. Kebahagiaan sebuah keluarga bukanlah diperlihatkan dari kekayaan, namun semata-mata oleh cinta kasih yang dibangun sebagai dasar kehidupan keluarga. Dalam keseharian yang diwarnai kerja keras dan tetesan keringat, namun tidak mengurangi arti dari cinta kasih dan sukacita karena luasnya hati yang penuh kasih di antara anggota keluarga. Sekalipun di dalam kesederhanaan, mereka tidak kehilangan kebahagiaan.
Kerinduan saya pada tontonan masa kecil saya akhirnya terbayar dengan hadirnya film Keluarga Cemara yang diputar sejak 3 Januari 2019 lalu. Kali ini saya mengajak Sydney untuk merasakan euforia yang sama, menjadi bagian dari Keluarga Cemara. Kebetulan kegiatan belajar di sekolah Sydney sepekan ini belum penuh. Maka kami bisa menonton Keluarga Cemara siang hari.
Fokus cerita Keluarga Cemara The Movie ini masih soal Abah (Ringgo Agus Rahman), Emak (Nirina Zubir) serta kedua anak mereka, Euis (Zara JKT 48) dan Ara (Widuri Putri Sasono). Persis dengan cerita di sinetronnya, film ini mengisahkan tentang bagaimana perjalanan hidup keluarga Abah yang semula nyaman dan mapan lalu kemudian mendadak bangkrut.
Abah pun mengajak keluarganya pindah ke rumah warisan di pelosok Cisarua, Bogor. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ia memiliki, Abah berusaha menjadi kepala keluarga serta ayah yang baik untuk anak-anaknya. Untung saja, Emak tak pernah lelah mendampinginya dan berusaha menjadi sandaran di saat mereka sedih.
Keluarga Abah yang semula bergelimang harta benar-benar kembali ke titik NOL. Abah yang dahulu pemimpin perusahaan, rela menjadi kuli bangunan hingga kakinya patah dan tak bisa bekerja dalam waktu yang lama. Maka emak yang mengambil alih menjadi pencari nafkah dengan berjualan opak. Pada saat yang bersamaan, emak pun hamil.
Di awal-awal kehidupan mereka pasca bangkrut. Hanya Cemara alias Ara yang suka-cita memiliki hidup baru di desa. Sedang Euis yang paling bersedih. Beruntung Euis punya teman-teman baik di SMP-nya yang membuatnya akhirnya malah jatuh hati pada kehidupan barunya dan urung untuk pindah ke kota.
Padahal Abah sempat berencana menjual rumah. Dan pembeli rumahnya pun sudah ada, lewat bantuan Ceu Salma sang 'loan woman' alias 'rentenir' tapi baik pada keluarga Cemara. Namun akhirnya mereka memutuskan untuk menetap selamanya di desa.
Meski film Keluarga Cemara kali ini dikemas dengan nuansa lebih kekinian, seperti Abah yang tidak mencari nafkah dengan 'narik becak' tetapi sebagai driver Gojek. Namun beberapa barang ikonik serta pesan moral yang melekat pada Keluarga Cemara tak lantas hilang begitu saja. Masih ada rumah sederhana, opak dan becak yang dulu menjadi ikon di cerita sinetronnya.
Film sepanjang 2 jam-an ini sukses mengaduk-aduk emosi penontonnya. Saya saja beberapa kali sesenggukan saat menontonnya. Dan saya juga mendengar penonton lain yang sesenggukan.
Saya boleh bilang, film kolaborasi dari tim kreatif Kaskus dan Gojek ini keren!
Comments
Post a Comment