MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Suatu Senja di Gadog

Senja itu saya tiba di gadog, Puncak. Sebuah rumah besar yang mirip istana. Halamannya luas, dan berundak-undak karena letak rumah yang di atas bukit. Dari halaman rumahnya, saya bisa melihat kota Bogor yang mulai dipenuhi kerlap-kerlip lampu. Ada empat rusa yang dengan damai bermain di halaman rumahnya. Saya berusaha menahan rasa penasaran saya untuk tidak banyak bertanya tentang siapakah penghuni rumah itu. 

Puas mengedarkan pandang di halaman rumahnya yang luas. Kami akhirnya dipersilahkan masuk ke dalam. Saya nyaris tertinggal tiga kolega yang sudah lebih dahulu masuk. Dan bahkan saya hampir kehilangan jejak mereka dan tersesat di dalam rumah yang megah itu. Karena mata saya terlalu jelalatan melihat setiap sudut rumah yang penuh dengan lukisan dan barang antik.

Tangga yang lebar dan kekar menghubungkan kami ke bagian atas rumah. Tempat sang tuan rumah akan menemui kami di ruang tamu kebanggaannya. Berpintu ukiran jati kuno, dan di dalamnya penuh dengan lukisan dan barang antik, lebih mirip museum atau galeri seni ketimbang ruang tamu biasa. 

Di dalamnya sudah duduk seorang lelaki tua. Konon usianya hampir 90 tahun, namun wajahnya yang terlihat segar meski habis sakit tetap terlihat muda. Kami menyalaminya dengan takzim. 

Lelaki itu adalah Mukawa Ali, seorang tokoh masyarakat yang juga kolektor barang antik. Bayangkan saja, di dalam rumahnya ada lukisan Monalisa asli, Picasso, Van Gogh, Raden Saleh dan pelukis kenamaan dunia lainnya. Termasuk patung, samurai, keris, Al Quran kuno dari daun lontar, dan perhiasan kuno bernilai trilyunan. Dan terus terang ada 'hawa lain' yang menyeruak ketika saya memasuki ruangan itu. 

"Bagaimana awal mula bapak bisa mengumpulkan barang-barang ini semua?" Tanya saya keheranan.

Bapak tua itu tersenyum arif, menghela nafas, "mungkin karena ini sudah kesukaan saya, maka saya dipertemukan itu semua. Saya juga bingung kalau dijelaskan pakai logika bagaimana saya bisa mendapatkan barang-barang mahal ini semua."

Bapak tua itu konon  keturunan Raja Cirebon yang juga paranormal. Banyak orang yang datang untuk berkonsultasi atau sekedar membeli koleksi barang antiknya. Dan mengapa saya bisa di situ, karena saya menemani salah satu kolega yang berminat untuk membeli kayu jati berusia ratusan tahun darinya. Ada 6 kayu jati, yang masing-masing beratnya sekira 900 kilogram. Satunya mungkin ditaksir senilai hampir 1 milyar. Terus terang itu kali pertama saya melihat dan memegang kayu jati tua yang kekerasannya bahkan melebih beton. 

Salah satu yang menambah 'spooky' ruangan itu adalah, lukisan Nyi Roro Kidul yang menatap kami. Dan itu bukan satu-satunya benda yang mengingatkan akan Nyi Roro Kidul. Masih ada benda lain. Bahkan sepertinya ada hubungan khusus antar Nyi Roro Kidul dan Mukawa Ali. 

Akhirnya Mukawa Ali pun membuka cerita awal pertemuannya dengan Nyi Roro Kidul yang dipercayanya sebagai jin muslim penguasa laut kidul. 

Puluhan tahun silam ketika Mukawa Ali masih muda belia perna dituduh 'nyolong sendal' oleh salah satu jawara. Mukawa Ali yang kerempeng namun gesit dan memiliki ilmu silat yang mumpuni segera saja memukul dada lawan hingga sang lawan muntah darah. Mukawa Ali yang ketakutan segera lari ke hutan untuk bersembunyi. Dia takut si lawan mati dan dia harus dicokok pihak berwajib untuk dipenjara.

Sebenarnya Mukawa Ali yang ketakutan setengah mati itu memang ingin mati. Makanya dia sembunyi di gua tak makan dan minum selama 41 hari. Anehnya Mukawa Ali tidak mati juga. Menurut pengetahuannya,  ia malah bertemu dengan Nyi Roro Kidul. Dari dia lah, dia berhasil mendapatkan beragam kesaktian dan bahkan harta peninggalan Nyi Roro Kidul. 

Bertahun-tahun menyimpan rahasia itu, Mukawa Ali sibuk mengumpulkan pundi-pundi uang. Setelah uang terkumpul, Mukawa Ali kembali ke desa itu, mencari keluarga lawannya yang dahulu dipukul dadanya sampai muntah darah. Mukawa Ali yakin sekali orang itu mati, makanya ia mau minta maaf sekaligus memberikan uang duka yang cukup banyak untuk keluarganya. 

Ternyata lawannya itu tidak mati. Masih hidup. Mereka berpelukan dan saling memaafkan. Walau sudah tidak ada dendam. Mukawa Ali tetap menyerahkan uangnya kepada korbannya puluhan tahun silam.

Selama di sana saya tidak banyak mengambil foto. Takut salah! Saya tidak tahu ada rahasia apa di balik barang-barang antik itu. Bagaimana kalau ada unsur mistisnya.

Saya juga melihat lukisan kesayangan Bung Karno, foto telanjang Yurike Sanger, salah satu istrinya. Ada juga foto perjamuan kudus yang mengilhami novel Davinci Code. Dan yang paling menarik adalah ketika saya memegang perhiasan-perhiasan berlian kuno yang nilainya sangat mahal itu. 

Saya hampir saja mencoba melingkarkan di leher saya, kalau Mukawa Ali tidak melarang saya. Dia bilang, takut ada apa-apa. Namun alasannya lebih ke arah mistis. Buru-buru saya serahkan kalung itu. Wallahu'alam bisshawab, tapi sebagai makhluk beragama saya percaya adanya jin yang tak kasat mata. Dan saya yakin, di ruangan itu ada banyak penghuninya, mengingat sebagian besar adalah lukisan makhluk, patung, keris dan jimat-jimat. 

Saya sampai cek hafalan Quran saya loh. Saking takutnya hilang kalau-kalau ada jin yang nempel saya. Selepas shalat maghrib kami pun pamit untuk kembali ke Jakarta.

Sungguh suatu senja di Gadog yang tak terlupakan. 

(Ilustrasi foto adalah lukisan Nyi Roro Kidul yang saya ceritakan).

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial