MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Teman Tapi Jahat


Belakangan, Indonesia digemparkan oleh kasus perkosaan mahasiswi UGM oleh teman sekampus yang sama-sama sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku. Lucunya, kasus ini jadi berlarut-larut karena tidak ada ketegasan dari pihak kampus untuk menindak HS,  mahasiswa Fakultas Teknik angkatan 2014, yang memperkosa Agni yang notabene teman sama-sama berjuang demi menyelesaikan tugas KKN.

Bahkan, seorang pejabat DPkM (divisi yang mengelola kegiatan KKN UGM) cenderung menyalahkan korban.
Atas kejadian tersebut, pejabat tersebut menilai bahwa korban turut bersalah. Selain menilai bahwa Agni ikut berperan dalam terjadinya kejadian, ia juga menyayangkan Agni yang melibatkan pihak luar, ... Menurutnya kasus A lebih baik diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan, sehingga tidak mengakibatkan keributan. “Jangan menyebut dia (A) korban dulu. Ibarat kucing kalau diberi gereh (ikan asin dalam bahasa jawa) pasti kan setidak tidaknya akan dicium-cium atau dimakan,” tuturnya menganalogikan.
 Hal pertama yang terlintas di benak saya, "teman KKN macam apa itu? Teman kok jahat! Sudah tahu satu perjuangan di pulau yang jauh dari rumah, kok bisa-bisanya 'makan' teman sendiri."

Ingatan saya langsung melayang mundur ke belasan tahun lalu, saat saya dan keempat teman saya harus menjalani tugas KKN selama hampir 3 bulan di sebuah desa terpencil di Bojongcae. Saya, Dewi, Khadijah, Fian dan Faisal. Tiga perempuan dan dua laki-laki tinggal bersama di sebuah rumah yang konon berhantu di desa terpencil.

Sungguh tidak sempat terlintas hal-hal mesum di antara kami. Para lelaki menjaga kami para perempuan yang kebetulan mungil-mungil. 

Meski hubungan kami tidak selalu mulus. Pertengkaran-pertengkaran kecil menjadi bumbu dalam kehidupan kami selama KKN. Tetapi para lelaki sungguh menjaga kami, para perempuan dengan baik. 

Pernah suatu kali, saya sendirian di pondokan tertidur tanpa hijab. Para lelaki hendak masuk ke dalam. Faisal yang tak sengaja samar-samar melihat saya tanpa hijab, ia memilih menunggu di luar tak membangunkan saya dan melarang Fian masuk. Lama-lama tak sabar juga dia. Faisal dengan logat bataknya, teriak membangunkan saya dari luar, "woy! Kek mana kau...Kami sudah tunggu lama, tak bangun juga. Pakai hijab kau...biar kami masuk!" Sambil menggedor pintu. Saya yang terbangun langsung teriak histeris.

Buru-buru masuk ke kamar sambil merayap karena tidak pakai hijab. Setelah pakai hijab baru membuka pintu dan langsung balik lagi ke kamar, karena malu dan masih mengantuk.

Kalau Faisal yang orang Batak, berbadan tegap, dia lebih bersikap tegas dan keras. Sedang Fian lebih lembut. Saya seringkali menangis karena diomeli Faisal yang saya panggil Abang. Dia selalu mewanti-wanti kami agar jangan memberi harapan kepada pemuda desa yang saban hari mendatangi pondokan kami. 

Ketika ada sosok pemuda 'berbungkus' ustadz tergila-gila pada saya. Abang langsung 'pasang badan'. "Jangan sekali-kali kau kasih lampu hijau ke lelaki itu. Aku tak percaya dia dipanggil ustadz, kalau matanya jelalatan pandangi kamu."

Apalagi saat si ustadz muda yang dipanggil Kang Dadang itu makin sering menyambangi pondokan kami demi menemui saya. Para lelaki, terutama Abang selalu menjaga jarak aman saya dari lelaki itu. Kami memang bersuka cita karena saban hari kami sering dapat kiriman makanan enak dari Kang Dadang. Tetapi, para lelaki tetap siaga menjaga kami. Apalagi kampung Bojongcae masih terkenal mistis.

Pernah suatu saat saya tertinggal jauh dari rombongan. Si ustad keparat yang membonceng saya, sepertinya mengendarai motor dengan sangat pelan. Dan dia terus menerus mengajak saya berbincang. Padahal saya sudah ketakutan setengah mati. Saya hanya berdua saja dengan dia di gelapnya malam. Seandainya terjadi apa-apa dengan saya dan saya berteriak. Tak akan ada seorang pun yang mendengarnya. Hanya ada rerimbunan pohon, suara jangkrik dan kodok. Mungkin juga derik ular. Dan parahnya saat itu sama sama sekali tidak membawa telepon genggam.

Tentang mengapa saya dibonceng lelaki itu? Itu sungguh konspirasi satu desa yang ingin menjodohkan saya dengan ustadz keparat yang kebetulan dari keluarga terpandang di desa.

Saya komat-kamit berdoa seperti merapal mantra, “Audzubillahiminassyaitan ni rrajim. Aku berlindung dari godaan syetan yang terkutuk yang mungkin saja menyelinap di dalam raga lelaki ini”.

Hembus angin malam yang biasanya terasa menyegarkan. Kali itu terasa menusuk kalbu. Saya benar-benar menggigil ketakutan. Saya memperhatikan jalan. Berusaha mengingat-ingat bagaimana tampak jalannya ini bila siang hari. Jadi seandainya terjadi hal buruk, Saya tahu kemana harus melarikan diri. Saya benar-benar tidak konsentrasi lagi pada omongan si Ustadz keparat. Saya menyibukkan diri untuk berpikir keras bagaimana menyelamatkan diri.

Tiba-tiba saya melihat sesosok pengendara motor sambil berjongkok seperti membenarkan motornya. Ya Allah! Semoga itu penolong saya. Ya sosok itu kian jelas. Saya rasa Ustadz keparat juga melihatnya. Tunggu dulu! Bukannya itu....itu ... Abang. Yah itu abang.

Kami menghampiri abang. Ustadz keparat itu berbasa-basi menanyakan gerangan apa yang membuat Abang berhenti di tengah jalan.

“Oh tahu nih tiba-tiba mogok”. Abang menjawab. Maka ustadz keparat menghentikan motornya dan menghampirinya.Agak lama juga kami berhenti. Sampai akhirnya motor yang abang tumpangi kembali berfungsi. Ustad keparat kembali ke motornya. Sebenarnya saya ingin ikut abang, tetapi motor abang tidak ada boncengan belakang. Maka saya terpaksa duduk lagi di belakang ustad keparat.

Saat Ustad keparat mempersilahkan abang untuk melajukan motornya dahulu. Abang dengan basa-basi malah mempersilahkan kami untuk lewat dahulu. Abang ingin memastikan motornya baik-baik saja. Maka dengan berat hati Ustadz keparat melajukan kendaraannya. Saat kami sudah berjalan. Baru abang mengikuti kami dari belakang.

Belakangan saya baru tahu, bahwa itu adalah tipu muslihat abang. Abang tiba-tiba menyadari motor yang ditumpangi saya dan si ustadz keparat tertinggal jauh dari rombongan. Abang merasa khawatir dengan keselamatan dan kehormatan saya makanya dia melambatkan motor dan berhenti. Berpura-pura motornya mogok tak lain agar dia bisa mengawasiku dari belakang. Kejadian itu benar-benar tak pernah lekang dari ingatanku. Sosok abang yang sering membuat saya menangis ternyata telah menyelamatkanku.

Makanya saya heran, kalau ada teman seperjuangan di KKN bisa sedemikian tega memperkosa temannya. "Otak dan hatimu terbuat dari apa, bung?"

Kalau saya sih mendukung tindakan yang tegas dari pihak kampus. Jangan sampai lolos orang pintar yang bermoral bejat. Bagaimana nasib bangsa nanti?

Aihh....ngomong-ngomong, kisah Bojong Cae sudah saya tulis sebagian ya di wattpad. Baca!

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial