Bagi orang-orang di dekat saya. Pasti mereka tahu persis, betapa saya dan es batu sungguh tidak bisa dipisahkan. Dimana saya berada, maka yang dicari pertama adalah es batu atau es mambo. Tidak peduli, pagi, siang, sore atau bahkan tengah malam sekalipun, bila keinginan mengunyah es batu itu datang, maka saya harus memenuhinya. Sudah seperti orang sakau.
Makanya persediaan 'ice cube' di freezer selalu ada. Atau setidaknya es batu dalam plastik yang siap 'getok' ketika saya membutuhkan es batu untuk di masukkan mulut atau dikunyah.
Sebagai pecandu es batu, saya juga punya 'aturan main' dalam mengkonsumsinya. Pertama, es batu itu harus hiegienis, bukan es batu batangan yang biasa diseret-seret di jalanan untuk pendingin ikan di pasar atau jajanan es di pinggir jalan. Biasanya saya akan tanya ke pemilik warung, bagaimana mendapatkan es batu itu. Saya biasanya lihat ke tempat penyimpanan es. Kalau ada stok es batu di kulkas, kemungkinan besar bikin sendiri dan cukup aman di konsumsi.
Meskipun es batu rumahan juga kadang tidak dibuat dari air matang. Tetapi saya tahu persis perbedaan antara es batu dari air matang dan air mentah. Es batu dari air mentah lebih keras, dan tidak gampang lumer di mulut. Dan biasanya kalau es batu itu terbuat dari air mentah dan kotor, biasanya tenggorokan saya otomatis langsung sakit.
Kedua, sebelum mengunyah es batu, saya pastikan es-nya sudah kecil-kecil dan mudah di kunyah. Makanya saya suka sekali es kepal milo yang sempat hits. Saya kurang suka es krim yang punya tekstur terlalu lembut.
Lalu, bagaimana bisa saya bisa kecanduan es batu? Seingat saya, dahulu waktu remaja saya sempat juga kecanduan es batu hingga saya suka mengunyah kembang es dari kulkas jadul. Sempat menghilang, dan setahun belakangan kecanduan makin parah.
Dan saya akhirnya tahu kalau Kebiasaan mengunyah es batu merupakan salah satu bentuk kondisi medis yang disebut pica, yaitu kebiasaan mengunyah atau memakan benda yang tidak lazim. Pica biasanya dialami oleh anak-anak, namun kebiasaan atau kecanduan mengunyah es batu—atau yang secara medis dikenal dengan istilah pagophagia, biasanya dapat terjadi pada segala usia. Pica biasanya dapat muncul akibat seseorang mengalami kekurangan suatu nutrisi tertentu pada tubuh. Biasanya, pada pagophagia, kondisi tersebut muncul akibat penderita mengalami kekurangan zat besi atau anemia. Untuk masuk dalam kategori pagophagia atau kecanduan mengunyah es, seseorang harus memiliki gejala selama satu bulan atau lebih.
Untuk memperlihatkan hubungan antara mengunyah es dengan kekurangan zat besi, sebuah penelitian mengevaluasi perilaku 81 pasien yang menderita anemia defisiensi besi dan menemukan bahwa pagophagia merupakan kondisi yang sering ditemui. Ditemukan bahwa 16% dari peserta yang mengalami pagophagia memperlihatkan penurunan gejala lebih cepat setelah diberikan suplemen zat besi.
Lalu bagaimana kekurangan zat besi dapat menyebabkan kebiasaan mengunyah es? Beberapa teori mengatakan bahwa kekurangan zat besi dapat menyebabkan gejala seperti nyeri pada lidah, mulut kering, berkurangnya kemampuan mengecap, dan kesulitan menelan. Gejala-gejala tersebut akan diperingan dengan mengunyah atau mengemut es. Kegiatan ini dapat mengurangi inflamasi dan rasa tidak nyaman.
Dan saya kembali ingat ada masa saya tidak terlalu doyan mengunyah es batu. Bukan pada saat saya batuk pilek, tetapi justru ketika saya sedang mengkonsumsi resep zat besi dari dokter atau ketika saya sedang stress berat.
Menurut dokter, mengunyah es memicu efek yang mengirim lebih banyak darah ke otak dan sebagai hasilnya meningkatkan kewaspadaan.
Namun mengunyah es batu bila tidak segera ditangani bisa mengakibatkan erosi pada enamel gigi, yang merupakan bagian terkuat dari gigi. Kehilangan ini dapat mengakibatkan kepekaan ekstrim terhadap makanan panas dan dingin serta peningkatan risiko gigi berlubang.
Dan konsumsi es batu pada saat stress akan memperburuk kondisi lambung saya.Waduh!
Comments
Post a Comment