Siang ini, tetiba ada sebuah pesan masuk dari salah satu wali santri. Dia bilang, "Mih, ada yang kangen sama Rindu ini!"
Saya balas singkat, "siapa?"
Saya tambahkan juga ekspresi tertawa.
Dia balas singkat, "si kakak."
Saya tersipu. Saya ketik, "Aku pun rindu...."
"Tetibaan kemarin ngomong, bun....aku kangen sama Rindu."
"Pake nanya gitu..." tambahnya.
"Hahahahah dia bilang RINDU?" Saya penasaran.
"hooh...." singkat.
" Iya....secara dia jarang-jarang ngomong romantis begitu..."
"Ya ampun!" Saya lagi.
"Ditinggal ayahnya berbulan-bulan aja gak pernah bilang kangen." Tambahnya.
Saya terkekeh, saya balas, "bilang saja, Rindu juga kangen...Kapan-kapan kita jalan-jalan lagi. Rindu mau ngumpulin uang dulu."
"Siap mamih! Ditunggu undangannya!" Balasnya.
Saya tersipu, "masih geleng-geleng kepala sambil senyum-senyum sendiri."
"Aku pun suprise sangat, sambil agak jealous dan bertanya-tanya pernah gak ya nih anak juga bilang kangen sama bundanya?" Balasnya.
Saya tertawa, "Jangan panggil aku Cinta! Karena cinta lama-lama bisa jadi benci. Panggil saja aku Rindu! Karena suatu hari nanti kamu akan mati-matian merindukanku!"
Itulah obrolan yang bikin saya 'baper'. Nama santri itu Thalita. Saya ingat persis, bagaimana gadis manis berwajah arabian itu menjadi santri saya. Hampir tiga tahun lalu, gadis itu saban sore datang ke rumah saya, dengan adik mungilnya dan si nenek.
Awal bergabung, Thalita tidak banyak bicara bahkan terkesan acuh. Tetiba dia menghilang berbulan-bulan tak pernah datang mengaji lagi. Katanya, tak ada nenek yang bisa mengantar ngaji, ayah dan ibunya sibuk kerja.
Loh, rumah dia padahal kan hanya tinggal 'ngesot'.
Beberapa kali, santri saya yang rumahnya tak jauh darinya, mengajak dia mengaji bersama. Tetapi ia masih enggan. Belakangan saya baru tahu, bahwa saat itu dia baru saja pindah rumah di Kampung Sukabakti. Dia belum bisa beradaptasi dengan baik. Masih menjaga jarak teraman.
Enam bulan kemudian, Thalita datang lagi. Bersama ibu dan adiknya di basecamp Rumah Quran yang baru. Thalita yang enam bulan sebelumnya saya mengenalnya sebagai gadis penakut, kini sudah lebih percaya diri. Sejak saat itu, Thalita pun rajin datang mengaji bersama sang adik. Thalita bahkan berhasil menyelesaikan IQRA-nya. Hafalan Qurannya pun juga cukup baik.
Dan ternyata, tante Thalita, atau adik dari ibunya adalah sahabat saya yang hilang. Qadarallah, saya dipertemukan kembali di Kampung Sukabakti berkat Thalita.
Sebenarnya, yang pertama kali 'ngeh' saya itu Risma penulis Surat Cinta Saiful Malook adalah nenek dari Thalita. Dia bahkan yang pertama kali bilang ke sahabat saya tentang saya.
Singkat cerita, sahabat saya itu pun kini telah berhijrah dan mengasuh rumah tahfiz. Bahkan beberapa kali, dia ikut membantu saya mengajar. Masya Allah Tabarakallahu.
Betapa perpisahan dan pertemuan adalah bagian dari sebuah perjalanan hidup. Tak akan ada pertemuan, bila tak pernah ada perpisahan.
Thalita, bilang ya sama teman yang lain. Saya juga kangen. Asal tahu saja, kalau saya jauh lebih sedih akan perpisahan ini.
Thalita, boleh titip salam juga tidak buat Angin? Katakan padanya, apakah Angin tidak kangen?
Comments
Post a Comment