MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Flashback: Yang Tersisa dari Piknik 6-7 Januari 2018


Catatan harian bertanggal 13 Januari 2018:

Tak terasa sudah seminggu berlalu, ketika rombongan Rumah Quran Ar Rahman menjajal suasana ngaji yang berbeda. Bukan di rumah keluarga engkong Ali, juga bukan di rumah saya yang mungil. Tetapi di sebuah rumah yang jauh dari keramaian ibu kota, ya itu Puncak Bogor.

Sebenarnya rencana bermalam di sebuah rumah dengan nuansa pedesaan itu sudah lama kami rancang. Saya hendak menyamakan suasana seperti bakal novel saya "Angin Rindu". Sebuah rumah di tengah-tengah pegunungan yang sejuk. Meski bentuk rumah tidak mirip seperti yang saya bayangkan, tapi akhirnya kami berangkat juga.

Kami mencapai lokasi dengan truk tentara yang biasa digunakan untuk mengantar prajurit. Akhirnya kesampaian juga setelah bertahun-tahun saya ingin piknik naik truk tentara. Seru!

Perjalanan yang panjang, dengan medan yang berkelok-kelok terasa menyenangkan. Padahal sebelumnya beberapa anak protes kenapa tidak boleh bawa alat musik untuk pelipur. Saya bilang, "ini kan rihlah...bukan piknik biasa."

Sampai di lokasi, anak-anak girang karena rumah itu ada kolam renang di dalam. Wohooo! Sebelum saya sempat mengingatkan lagi aturan main pakai kolam renang agar terpisah. Anak-anak laki sudah mencebur satu persatu.

Sampai saya harus menutup pintu dan mengingatkan para gadis agar bersabar tunggu giliran. Mereka sih tabah.

Liburan kali ini seru! Karena saya tidak perlu repot mengurus anak-anak. Karena dari berbelanja, memasak, membersihkan rumah, hingga mengurus Sydney dialihkan ke anak-anak yang lebih besar. Saya memang hanya mengajak anak-anak yang usianya minimal 10tahun agar bisa diajak kerjaasama dalam segala hal.

Setelah kelar dengan kegiatan rumah tangga,kami tak melewatkan momen jalan sore dengan berkeliling kebun teh sekedar foto-foto. Kebetulan saat itu, tepat di atas bukit ada klub sepakbola profesional yang berlatih juga, terlihat dari banyak pemain asing.

Pulang ke rumah, anak-anak bujang lagi-lagi memonopoli kolam renang. Dan Sydney ikut di dalamnya. Suhu air kolam renang mulai terasa seperti air es yang nyaris membeku.

Terpaksa saya harus 'menyeret' Sydney keluar dari kolam renang karena itu sudah ketiga kalinya dalam seharian itu. Saya yang masih berhijab, bergamis, dan berkaos kaki, terpeleset ke dalam kolam dan berteriak panik. Kontan para gadis yang semula hanya mengintip dari balik pintu ikut sigap menolong. Tidak lucu kan kalau saya diberi nafas buatan bujang🤦🏻‍♀️


Menjelang maghrib, kami mulai antri mandi di empat kamar mandi. Tiga kamar mandi untuk perempuan dan sisanya untuk lali-laki.

Saat azan maghrib berkumandang, kami serombongan menyisakan beberapa ibu yang memasak makan malam, pergi ke surau. Menurut jadwal kami memang akan sholat maghrib dan Isya berjamaah dan mengaji.

Namun kali ini adalah pengajian gabungan dengan para santri di surau itu. Kalau Rumah Quran Ar Rahman memamerkan hafalan quran dengan metode kauny. Santri setempat memamerkan bacaan quran ala qari/qariah. Sang ustadz juga memberi taushiyah.

Senja beranjak naik, hawa dingin pegunungan kian menusuk. Perut mulai meronta minta diisi. Anak-anak mulai gelisah minta pulang. Saya bilang sabar sebentar lagi shalat. Alhasil kelar mengucap salam pada tahiyat akhir shalat Isya jamaah, anak-anak langsung lompat, berlari pulang ke rumah menyerbu menu makan malam kami yang sederhana tapi nikmat.

Selepas makan malam, anak-anak duduk di ruang keluarga. Saat yang paling ditunggu-tunggu yaitu tukeran kado dan kuis berhadiah. Melihat ekspresi girang anak-anak saat membuka kado meski berisi sendal jepit itu ikut merasa bahagia. Cuma Sydney yang galau saat dapat kado sendal jepit, pasalnya ukurannya bahkan lebih besar dari ukuran kaki maminya. Dan dia memaksa, tukeran kado diulang. Beruntung ada Aura yang mau menukarkan kado skipping rope-nya untuk Sydney, padahal skipping rope itu juga yang beli saya untuk kado tukeran Sydney. Halah!!!Ujung-ujungnya Sydney pulang gak bawa kado apapun, karena dia merasa tidak ada kado yang cocok untuk dia. Lah wong kado budget minimalis cuma 15ribuan, masa iya ada yang ngadoin robot-robotan.

Malam itu kami terjaga hingga larut, tak ada yang berminat tidur cepat, termasuk si anak bawang Sydney. Akhirnya dia tertidur di pelukan Panji, salah satu santri lelaki saya.

Baru tertidur lewat tengah malam. Jam 3 saya sudah terbangun, awalnya kelar shalat saya mengaji sambil berbisik. Mungkin karena suasananya syahdu dan hening, alhasil saya tak sadar kalau semakin lama suara saya semakin keras dan lama-lama cetar membahana badai. Luar biasa, sebelum azan subuh, anak-anak sudah siap shalat.😁

Kelar shalat subuh, kami bersiap-siap untuk olahraga pagi. Rencananya sih ingin melihat sunrise, namun karena bawa rombongan, jam 6 baru bisa meninggalkan rumah.

Dengan semangat 45 kami berjalan menyusuri jalan yang berkelok, perkebunan teh, naik turun bukit, melintasi sungai, bahkan jalan raya. Total kami berjalan 6 kilometer. Beberapa memang memilih mundur teratur.

Bagaimana dengan Sydney? Sydney mencatatkan rekor berjalan terjauh. Walau terakhir ia harus digendong abang-abang.

Tanpa disuruh, anak yang lebih besar berusaha menjaga adik-adiknya. Masih ingat persis bagaimana sulitnya waktu kami terpaksa berjalan di pinggir jalan raya yang ramai dan berkelok-kelok untuk memotong jarak tempuh? Bayu dan sakti berinisiatif mencari bambu panjang, kemudian mereka memegang ujung-ujung bambu sambil terus memagari kami berjalan.

Ini piknik terseru kami. Saya tidak akan pernah tahu kalau ternyata Putra yang terkesan cuek ternyata bertanggung jawab, pemuda kelas satu SMA itu tak sungkan mengulek bumbu dan memastikan timnya memasak dengan baik. Bahkan Keenan yang anak mami pun mau disuruh mengupas bawang.

Piknik ini tidak akan sukses tanpa Hendri, murid baru yang dengan cepat memikat hati kami akan kesungguhannya belajar. Meski sudah tak muda lagi, ia gigih belajar dari 0. Dia juga yang menyetir mobil logistik kami, seksi repot yang mengurus segalanya.

Para gadis kesayangan saya macam Ica, Dina, Dinda, Lala, Alika, dan lainnya juga tim yang tangguh. Tidak perlu saya suruh, sudah tahu sendiri apa tanggung jawabnya. Ada juga sih anak gadis yang membuat saya rada pening, karena kakak-kakaknya komplain, dia cuma bisa nyuruh minta bikinin ini itu, gak mau bikin sendiri plus kelakuan lain.

Saya tidak percaya bayu, dibilang malas makan sama orang tuanya. Selama di sana, saya hampir tak pernah melihat bayu tidak mengunyah. Selalu mengunyah, entah itu nasi, indomie rebus, camilan, dll. Dan dia hampir tak bisa beringsut dari meja makan.

Di balik wajah Ringgonya, Nabil ternyata punya hati yang lembut. Dia tak bisa menutupi harunya saat saya menyodorkan sebuah kado ulang tahun untuknya. Katanya itu kado pertama sepanjang hidupnya.

Momen paling mendebarkan itu saat Panji dan Bayu berantem. Bayu yang pendiam dan cenderung cengeng, tetiba marah besar sambil berteriak berkata kasar dan hampir meninju Panji. Saya yang mungil harus mengamankan Panji. Tahu saya melindungi Panji, Bayu meninggalkan kami dengan kesal dan menangis. Akhirnya anak-anak serempak berteriak mengucapkan "Selamat Ulang Tahun".

Meski semua hanya skenario, saya sempat ngeri juga menyaksikan itu.

"Maafin saya ya, Panji gak salah. Kalau mau marah, marahi saja saya...." kata saya. Bayu malah makin sesenggukan.

Ada juga Shafiga yang harus dikejar-kejar orang gila saat dia menyusul kami ke surau.

Alam khayal saya langsung bekerja, kira-kira begitu kalau punya anak lebih dari selusin. Rame! Harus punya segudang sabar.😁

Tentu saja piknik ini tidak akan berjalan kalau tidak ada Lisda, Pipik, Ibu Eko, Pak Sobari, Engkong Ali, dan dukungan dari para wali santri.

Dan masih banyak kenangan Indah yang tidak mungkin saya lupakan seumur hidup saya.

Terima kasih ya sudah jadi bagian terindah dari hidup saya. Saya yakin kalian adalah bagian dari doa-doa panjang saya di masa lalu.

Saya mencintai kalian karena Allah. Biar Allah yang jaga cinta ini sampai di surga nanti. Insya Allah.
*Hendri#dhina#figa#icha#najwa#lala#umay#panji#nabil#alika#daffa#keenan#dinda#shella#Sakti#windy#putra#bayu#keysa#Arba#Caca#Siti#Faraa#Endang#Nyimas#Bima #Sydney#Aura

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial