MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Flashback: Si Joni

Catatan harian bertanggal 16 Juni 2017:


Namanya Joni, dia salah satu murid saya yang sudah ABG. Perawakannya tinggi besar dengan suara yang ngebas maksimal. Awal dia masuk, wajahnya terbilang menyeramkan bagi saya. 

Saya selalu membayangkan yang tidak-tidak tentang dia. Apalagi gayanya benar-benar seperti kebanyakan preman yang terbiasa mabuk miras atau koplo. Terus-terang saya takut.

Setiap dia datang ke kelas, saya tidak berharap banyak. Apalagi dia berteman dengan salah seorang murid yang dahulu terpaksa saya keluarkan karena sudah keterlaluan. 

Ketika saya memulai hafalan An Naba pun dia masih acuh. Ketika anak-anak lain sudah di ayat 20. Dia masih setia dengan ayat 8. Hingga akhirnya Ramadhan saya dan tim guru sepakat akan memberikan hadiah piknik bareng bagi yang sudah hafal An Naba, hadiah THR buat yang hafalannya paling oke, bahkan bisa melafalkan Arab dan artinya bolak-balik di luar kepala.

Saya pikir Joni acuh dengan challenge itu. Tidak! Joni gigih menghafal. Dia datang di kelas Subuh, mencuri waktu di siang dn sore untuk setoran hafalan di rumah saya. Bolak-balik pula dia saya suruh pulang untuk hafalkan lagi. 

Pada yang ke sekian kalinya dengan wajah memelas setelah saya bilang, hafalannya belum lulus. Dia bilang, "bu saya kok susah hafal..."

Saya tersenyum, "sering-sering bilang Astaghfirullahaladzim!"

Hingga akhirnya pada kali ke enam dia setoran, dia akhirnya lulus. Mata-matanya berkaca-kaca, "Jadi saya boleh ikut piknik bu?"

Saya tersenyum dan mengangguk. 

"Alhamdulillah", dia kegirangan.

Bagi Joni yang penting dia ikut piknik. Joni memahami kekurangannya yang susah hafal. Dia tak bermimpi berebut THR bagi penghafal terbaik.

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial