Catatan harian bertanggal 1 Juli 2018:
Selepas Ramadhan kemarin memang saya banyak merenung. Gundah gulana… Saya memikirkan kelanjutan Rumah Quran Ar Rahman juga hidup saya. Makanya saya menggunakan waktu saya untuk diam sejenak sambil menyepi.
Keputusannya, aktivitas Rumah Quran Ar Rahman, diliburkan terlebih dahulu hingga tanggal 16 Juli 2018. Kami sedang menggodok kurikulum Rumah Quran Ar Rahman.
Dengan bergabungnya beberapa ustadz jebolan pesantren NU, Muhammadiyah, bahkan Salaf. Insya Allah Rumah Quran Ar Rahman akan jadi miniatur pesantren sebelum jadi pesantren beneran. Nantinya tidak hanya belajar baca tulis Al Quran, tahsin dan tahfiz tetapi ada amtsilati (membaca kitab kuning), Arab/ Inggris/Jepang sebagai tambahan bahasa asing akan kembali digalakkan. Plus silat betawi.
Dan Insya Allah tetap gratis. Walaupun kami akan membayar guru secara professional. Duitnya darimana? Dari Allah!
Insya Allah kami juga akan membuka lini bisnis UKM. Yang mengelola santri kami yang putus sekolah, keuntungannya full buat membiayai Rumah Quran Ar Rahman.
Biar nanti, ada dan tiada saya di Kampung Sukabakti, Rumah Quran Ar Rahman tetap berdiri kokoh melahirkan para penghafal quran yang kreatif dan berguna bagi lingkungannya. Percuma kan ya, jago ngaji tapi jadi ‘trouble maker’.
“Ih ngimpi mulu…”
Saya akan bilang, “biarin aja! Mumpung mimpi gratis. Toh adanya Rumah Quran Ar Rahman juga buah hayalan paling mustahil dari saya dan para pengurus. Apalagi saya…dulu kepikir buat serius belajar ngaji, apalagi ngafalin Quran aja gak kebayang. Gak berani berhayal jadi guru ngaji.”
Masih ingat dengan surau kecil tanah wakaf di pekuburan yang setahun lebih lalu saya ceritakan? Insya Allah, kami akan menyulapnya menjadi istana Rumah Quran Ar Rahman yang baru. Merubah kesan angker dan kumuh menjadi indah dan nyaman tentu bukan hal mudah. Namun, Insya Allah ada jalan.
Adalah ustadz
Ahmad Sobari dan Ustadz Ikhwan yang akan bergerak, termasuk mengangkat pasir dan memasang setiap batu-bata. Kata Pak Sobari, “kasihan bu Risma sudah kecil nanti tambah kecil kalau ikut kesana-kemari. Biar bu Risma urus anak-anak di rumah (Rumah Quran Ar Rahman).”
Insya Allah, kami sudah mengantongi dukungan dari camat, lurah, RT/RW setempat. Tinggal eksekusi kalau ada dana. Sementara ikhtiar dulu membersihkan surau, ukur tanah, cari arsitek yang dibayar belakangan atau gratis, ngumpulin batu-bata, dll. Aduh, kayaknya kami sudah biasa deh hidup prihatin. Sering banget nego sama percetakan untuk dibayar pakai tempo. Percetakannya juga sudah baik banget, makanya suatu kali sewaktu kami bayar di muka, percetakannya sampai bingung, “ada duit?”
Sudah ah gitu aja…
Masya Allah Tabarakallahu
Comments
Post a Comment