MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Flashback: Panti Asuhan


Catatan harian bertanggal 30 April 2017:


Hari masih pagi, tapi anak-anak sudah heboh kapan saya mulai memasak untuk hidangan istimewa di hari Jumat. Padahal saya masih ingin leyeh-leyeh di atas ranjang sambil murojaah.

"Nanti dulu, masih pagi. Sarapan juga belum, sudah mikirin makan siang dan makan malam".

Saya pun melanjutkan acara leyeh-leyeh di ranjang, mumpung pagi ini tidak ada kelas karena saya harus memasak. Dan tak lama, anak-anak kembali mengucap salam sambil menggedor pintu tak sabaran. 

"Iya iya saya turun", saya ambil hijab sembarangan lalu bergegas turun menyambut anak-anak.

"Ayo bu...kami bantu!"

"Iya bu sudah jam sembilan"

Wajah-wajah sumringah gadis-gadis kecil dengan hijabnya sudah menanti saya di depan pintu. Maka mau tidak mau saya melangkah ke dapur mengeluarkan persediaan bahan makanan untuk hari ini. 

Anak-anak berebut pisau untuk mulai mengupas bawang, ada yang memasak nasi, memotong sayuran, mencuci ayam, dan lain-lain. Tentu saja diiringi dengan teteriakan, "ibu nasinya seberapa?"
"Airnya seberapa?"
"Bawangnya diapain"
"Mau masak apa kita bu?"

Ampun deh! Padahal hanya delapan bocah di dapur tapi sudah seperti ratusan. Sebagian anak yang tidak suka dapur memang memilih bebenah di luar dapur termasuk menyapu halaman depan rumah saya yang tidak luas.

Pukul sebelas, sebagian masakan sudah hampir kelar. Kurir pengemudi ojek online datang membawa donasi makanan dari salah seorang sahabat. Saya menyuruh salah satu anak menerima sambil menyelipkan uang tips alakadarnya. Setelah serah terima, pengemudi ojek online berdiri mematung di depan rumah dengan tatapan bingung.

"Dek, ini sekolahan ya?" Tanya pengemudi ojek. Saya pun mendengarnya dari dalam. 

Salah seorang anak yang sedang menyapu di luar menggeleng, "bukan pak"

"Apa ini panti asuhan?" Tanya pengemudi ojek lagi.

"Bukan!"

"Terus apa ini?"

"Anak-anak pengajian pak.."

"Ohh pesantren ya?"

Rupanya anak-anak sudah malas menjawab. Akhirnya pengemudi gojek menyerah dan memilih diam kemudian pergi.

Pukul dua belas, anak-anak bergegas menyiapkan lebih dari 60 es buah di gelas plastik untuk dibawa ke masjid, menjamu para jamaah shalat Jumat. Sebagian besar berangkat ke masjid, sebagian lagi membantu saya menyiapkan makan siang.

Karena tepat pukul setengah satu, anak-anak akan berlarian dari masjid dengan kelaparan. Selepas shalat, kami akan makan bersama. 

Saat makan, kurir pengemudi online lainnya datang membawa sedekah makanan dari sahabat saya untuk makan bersama dengan 70 santri nanti malam. 

Dan ekspresi si pengemudi tak jauh beda, bengong melihat hampir 20 anak putri makan siang bersama. 

Sebelum ditanya, anak-anak kompak berseru, "ini bukan panti asuhan pak!"

Si pengemudi ojek online bingung. Anak-anak tertawa cekikikan.

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial