MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Flashback: Jumat Berkah


Catatan harian ini bertanggal 21 Januari 2017:

Sudah hampir sebulanan ini, anak-anak yang saban hari belajar mengaji di rumah saya, belajar sedekah di hari Jumat berkah. Mereka mengumpulkan uang dari uang jajan mereka untuk dibelikan snack dan minuman gratis untuk jamaah sholat jumat di masjid terdekat.

Jumlahnya tak banyak memang. Karena itu murni sedekah anak-anak. Saya sengaja tak turut campur.

Setiap pulang dari masjid sambil menikmati makan siang, anak-anak dengan girangnya menceritakan kembali apa yang mereka alami selama membagikan snack dan minuman gratis untuk
Jamaah. Dan saya mendengarkan mereka dengan seksama.

Kali pertama mereka membagikan snack dan minuman gratis. Banyak jamaah yang tak berani ambil, takut disuruh bayar. Hingga anak-anak harus memaksa bapak-bapak yang akan meninggalkan masjid. Jumat berikutnya, jamaah masjd mulai familiar dengan bocah-bocah yang dengan tulus menawarkan snack dan minuman gratis. Bahkan ada seorang bapak yang menyelipkan beberapa lembar yang puluhan ribu di dalam boks tempat anak-anak biasa menaruh minuman. Dan uangnya digunakan untuk menambah sedekah di Jumat berikutnya. 

Hingga Jumat kemarin, anak-anak pulang ke rumah dengan wajah lesu. 

"Snack kita masih sisa ibu..." Ujar Shafiga, salah satu murid ngaji saya.

Saya tersenyum, "loh kenapa?"

"Kesel deh bu, tadi ada ibu-ibu turun dari mobil bawa nasi kotak buat jamaah masjid. Jadi kita kurang laku..." Bocah lain menimpali.

"Ah... Kan kita duluan yang bagi-bagi makanan, kok sekarang jadi ada yang lain?" Dengus bocah lain.

Saya tersenyum, "loh bagus dong, itu berarti kalian menginspirasi orang lain untuk bersedekah di hari Jumat berkah. Mereka juga mau mendapat pahala sedekah."

"Tapi kan sedekah dia banyak, kita cuma snack dan minuman", bocah lain ikut-ikutan.

"Pahala itu hak prerogatif Allah sayang. Kita sebagai manusia tidak bisa menilai pahala sedekah dari banyak sedikitnya sedekah yang kita kucurkan. Bisa saja sedekah dari si miskin yang cuma Rp 1000 lebih dilihat oleh Allah ketimbang sedekah si kaya yang ratusan juta tetapi ada maksud terselubung", saya menenangkan.

"Sedekah itu harus ikhlas tanpa embel-embel".

"Ya udah bu, Jumat depan kita bikin pudding dan es mambo yuk bu... Siang-siang kan enak bu...", si ceriwis Najwa. Semua ikut semangat.

"Ya sudah, yuk yang perempuan sholat dzuhur berjamaah dulu. Setelah itu kita makan siang..."

Kebetulan saya dibantu dengan beberapa bocah sudah menyiapkan makan siang bersama. 

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial