MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Flashback: Imam



Catatan harian bertanggal 3 Februari 2017:


Sudah beberapa bulan ini Sydney, bocah 4 tahun getol menghafal Quran. Tujuannya cuma satu, dia ingin jadi imam shalat. 

Bagi dia, pemimpin shalat adalah tugas terkeren. Berdiri di depan barisan orang shalat yang berdiri teratur. Semua orang harus ikut instruksi sang imam tanpa terkecuali tua muda, laki-laki dan perempuan.

Sebelumnya dia sudah tahu kalau laki-laki adalah imam. Perempuan hanya bisa jadi imam untuk makmum perempuan. 

Syarat jadi imam tidak perlu harus sudah tua. Kalau yang muda ada yang sudah 'mumpuni', hafalan Al Quran banyak dan punya ilmu, boleh jadi imam. Tetapi sepertinya Sydney tidak dengar kalau syarat jadi imam lainnya adalah harus sudah baligh, kecuali kalau jamaahnya sama-sama belum baligh.

Di rumah, saya sering jadi imam untuk anak-anak perempuan yang kebetulan mengaji di rumah. Sedang anak-anak laki-laki saya suruh shalat di masjid. 

Saat hendak shalat, Sydney dengan kopiah dan baju koko sudah berancang-ancang berdiri di sajadah terdepan. "Ayo luruskan shafnya!" Dengan muka serius.

Bah!!! Saya dan murid-murid bengong berpandang-pandangan. 

"Loh kenapa? Aku kan satu-satunya laki-laki di sini. Masa aku yang jadi makmum mommy?", Sydney.

"Laki-laki harusnya di masjid seperti daddy dan kakak-kakak cowok lainnya", jawab saya.

"Iya tapi kan aku lagi di rumah".

"Iya tapi kamu belum boleh jadi imam!" Kata saya.

"Loh kenapa? Hafalan quranku sudah banyak. Bahkan lebih banyak dari om dan yangkung", sudah mulai ngambek nih.

Iya sih hafalan Sydney Alhamdulillah sudah banyak, surat-surat panjang di juz 27 dan 29 sudah hafal sebagian. 

"Tapi kamu belum baligh?"

"Baligh itu apa?" sydney balik bertanya. Waduh saya bingung menjelaskannya.

"Sunat... Kamu belum sunat kan?" Saya tidak tahu jawaban lain untuk bocah 4 tahun.

Dan sydney menangis meraung-raung sampai shalat usai karena dia gagal jadi imam. 

Lain kesempatan dia langsung ancang-ancang jadi imam, berdiri sendiri di shaf terdepan. Karena saya hanya berenam dengan murid perempuan. Saya bisa berdiri sejajar dengan jamaah, dan Sydney tetap di depan berlagak seperti imam hingga shalat usai. 

Kelar shalat, semua murid perempuan buru-buru menyalami saya. Dan Sydney berang, "loh kok salaminnya ke mommy, kan imamnya saya".

Kami sejenak berpandangan, jadilah saya kasih kode ke murid-murid untuk menyalami sang imam kecil. Dan sydney berasa jumawa sekali, keinginannya jadi imam tercapai. Padahal, saya dan murid-murid berjamaah sendiri.

Alhamdulillah hingga detik ini, Sydney dan mommy-nya masih semangat menghafal Quran. Doakan semoga cita-cita Sydney menjadi imam Masjidil Haram tercapai. Sydney ingin mempersembahkan mahkota kebanggaan para penghafal Quran di Surga untuk mommy-nya. Masya Allah Tabarakallahu.

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial