MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Flashback: Digondol Maling Ghaib


Catatan harian bertanggal 20 Juni 2017:


Bazar pangan murah kelar hanya dalam dua jam. Padahal persiapan butuh seharian. Semua barang dagangan termasuk ratusan kilo daging, setengah ton beras ludes.

Saya sebagai ketua panitia bisa bernafas sedikit lega meski lelah. Tapi ada yang mengganjal. Apakah jumlah uang yang di tangan sama sesuai.

Bazar telah usai, namun para petugas masih sibuk merapihkan. Beberapa warga yang sudah punya kupon masih sibuk mengantri.

Saya segera memboyong uang-uang dari tiap konter untuk dihitung. Sebagian panitia sibuk menghitung uang yang nilainya tidak kecil itu. Jumlah uang saya ikat per 10 juta. Setelah itu dicek lagi oleh salah satu kru kami yang teller money changer. Baru kemudian saya pulang sebentar ke rumah untuk beristirahat sejenak.

Sesampainya di rumah saya sempat hitung ulang dan memastikan setiap bundel uang adalah 10 juta. Baru saya shalat dan rebahan sejenak sebelum kembali ke area bazar menanti kru Departemen Pertanian mengambil uang dan tenda.




Kembali ke posko bazar, tim kami menghitung ulang uang. Sekaligus menyiapkan tagihan. Tagihan saat itu ada angka 9 juta-nya. Maka saya disaksikan kru mengambil 1 juta dari salah satu bundel uang 10juta-an. Dihitung ulang lagi, kami memastikan jumlah sesuai dengan tagihan dan sisanya adalah uang kami dari hasil penjualan plastik dan komoditi sembako yang tidak bisa dipasok TTIC. Uang diikat dan dimasukkan dalam plastik, dibungkus lagi dengan lainnya dan terakhir masuk tas saya. Saya dan petugas bersikeras tidak meninggalkan tempat hingga tukang tagih datang.

Setengah jam kemudian petugas TTIC datang mengambil uang. Saya keluarkan uang yang masih tertutup rapat dan tak berpindah tempt dari tas yang saya 'kempit' selalu.

Saat saya serahkan di hadapan petugas TTIC dan tim kami. Saya menyadari, ada dua juta yang hilang di salah satu bundel per sepuluh juta. Saya shock, bingung dan histeris. How come??? Kok
bisa? Bahkan saya belum beranjak dari tempat saya menghitung uang, dan uang masih tersimpan rapih di dalam tas saya. Tapi hilang 2 juta.

Tiba-tiba saya ingat, obrolan warga sekitar yang sering kehilangan uang secara misterius padahal sudah disimpan rapih dan hampir mustahil diketahui orang. Mereka bilang ada semacam tuyul, babi ngepet yang menghantui warga.

Saya yang sangat logis waktu itu buru-buru menangkis komentar mereka tentang hal klenik dengan berkata, "mungkin hanya salah itung". 

Saya mengingat-ingat kembali runtutan peristiwa dari awal kami menghitung uang, dan saya tidak menemukn keanehan. Jadi uang itu memang hilang secara misterius. Rasanya saya mau nangis. Masak iya ada babi ngepet?

Tapi sepanjang 30 menit dari terakhir menghitung uang saya tidak melihat babi berkeliaran. Bahkan kucing pun tidak. Lalu uang nya kemana dong?

Masa iya ada praktik seperti itu di sini? Padahal kami tinggal tak jauh dari mall terbesar di Bintaro. 

Panitia yang lain tak kalah shock. Mereka yang orang asli kampung itu mulai berbisik- bisik tentang salah satu warga yang dicurigai orang sekampung punya pesugihan. Warga tersebut punya rumah yang selalu gelap gulita dan seperti tak berpenghuni, pekerjaannya hanya tukang makanan keliling, tapi punya kontrakan bejibun. Warga itu memang mondar-mandir di area sedari bazar pagi. 

Saya bilang, "sudahlah tak usah bergunjing...."

Tapi... bagaimana kami menyelesaikan uang 2 juta-nya? Padahal kami tidak me-mark up harga, bahkan sudah memodali sebagian dari sedikit uang yang kami punya.

Akhirnya kami memutuskn meneruskan bazar keesokan harinya untuk mendapat uang tambahan. Alhamdulillah, Allah ganti uangnya lewat penjualan di hari berikutnya. 

Tapi kami jadi lebih berhati-hati. Gepokan uang tidak dibuat seperti di bank-bank. Tapi saya bundel menggulung dengan banyak karet. Untuk mempersulit siapapun yang iseng. Uang pun disimpan serapat mungkin dengan kawalan. Saya tak henti berzikir. Alhamdulillah... duitnya utuh.

Ya Allah, saya kira di Jakarta tidak ada praktek pesugihan ghaib seperti yang pernah saya temui di Rangkas Bitung saat saya tugas KKN 14 tahun lalu. Saat itu saya ingat, melihat 2 ekor babi jejadian yang di arak warga dan digantung di lapangan. Kedua babi itu berjari 5 seperti manusia. Matanya yang terus menitikkan air mata mirip mata manusia. 

Konon babi sungguhan berjari 3 dan kalau berlari hanya bisa lurus tidak bisa berbelok-belok. Tapi babi jadi-jadian itu lincah berlari dengan manuver.

Tapi saya tidak sampai menyaksikan babi berubah menjadi manusia kembali. Saya ngeri! 

Lalu uang 2 juta hasil penjualan bazar amal kami kemarin kemana ya???

Keterangan foto: ini foto kami selepas kejadian sambil menunggu azan maghrib. Ya ampun, saat itu beneran rindu maghrib. Sepanjang hari seperti terpanggang sinar matahari, haus sekali. Sampai tak ada lagi ludah tersisa di mulut.

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial