MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Flashback: Capung Untuk Ibu


Catatan harian bertanggal 22 Agustus 2017:

"Are you happy?", tanya saya pada dua remaja tanggung selepas makan siang yang telat.
"yes", Bayu sambil tersenyum malu. Shafiga mengangguk pasti.
Ya kali itu memang saya sengaja mengajak dua santri 'hang out' sebagai reward karena keduanya memukau saya dengan tulisan tentang isi surat An Naziat dalam gaya bahasa mereka. Tentu saja mereka girang mendapat giliran jalan-jalan dengan saya dan Sydney.
Hampir saja rencana jalan kami gagal karena Bayu cedera kaki. Tapi kami berangkat juga dengan kakinya yang agak pincang.
Kami menghabiskan waktu sepanjang hari dengan makan es krim, belanja sayur, menonton film Cars 3 dan makan siang. Kami bercerita tentang banyak hal. Tak lupa saya menyelipkan wejangan untuk anak-anak. Kami bersenang-senang hingga pulang.
Malam harinya, Bayu mengirim pesan di whatsapp, "Terima kasih bu..."
saya jawab, "sama-sama".
"Apakah kalau saya kembali memenuhi kriteria, saya bisa jalan lagi bareng ibu?"
"tergantung..."
"tergantung apa?"
"tergantung mood saya..."
"bu..." Bayu lagi.
"iya..."
"Apa yang bisa saya lakukan untuk ibu?"
"untuk apa?"
"untuk membalas kebaikan ibu..."
Saya jengah dia berkata seperti itu, tapi akhirnya saya meminta asal, "do u know dragonfly?"
"yes... capung....kenapa?" tanya dia keheranan.
"Boleh tangkapkan capung untuk Sydney? Dia belum pernah lihat capung selain di buku dan di Youtube"
"Ok..." jawabnya.
Keesokan harinya dengan malu-malu Bayu mendekati saya, "Bu saya hampir memberikan ibu capung, tapi gagal.Capung itu keburu mati sebelum saya bawa ke sini?"
Saya pun tertawa cekikikan, "Ya ampun.... Capung.... its ok... lain kali saja". Saya sendiri lupa dengan request gila itu.
Lain kali dia mengirim pesan, "Saya membaca banyak tentang ibu di google".
Saya hanya membalas dengan emoticon senyum.
"Kenapa ibu tidak memilih Ramzi?" tanyanya tiba-tiba hingga membuat saya keselek.
Saya jawab kalem, "jodoh".
"Masa hanya jodoh?" tanyanya penasaran.
"Siapa yang bisa menolak suratan takdir..." jawab saya ambigu.
"Kisah hidup ibu menyedihkan tapi penuh makna", pernyataannya barusan membuat saya keselek untuk kesekian kali.
"Sotoy kamu!"
"Jadi apa masih ada lain kali untuk capungnya? Saya akan carikan capung terbaik yang pernah ada..." Bayu berusaha menetralisir suasana.

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial