MENUNGGU

Image
  Semua orang pasti pernah menunggu. Menanti kepastian dengan harap-harap cemas sepertinya menjadi bagian dari episode hidup semua orang. Dari hal sepele, menunggu bus di halte bus, menunggu teman di tempat janjian yang sudah disepakati tetapi hingga sejam setelah waktu janjian dia belum datang juga. Atau menanti kepastian kapan surat lamaran kerja kita akan direspon oleh perusahaan yang diincar. Atau bahkan menunggu jodoh yang tak kunjung tiba. Saat menunggu, level kesabaran kita pun diuji. Dan saya yakin Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kesabaran. Ada hamba-Nya yang cuma diuji kesabarannya sekedar menunggu angkot, taksi, atau pesawat terbang. Ada yang diuji kesabarannya saat menanti tanggal gajian datang padahal beras sudah habis. Ada juga yang diuji dengan seberapa sabar dia tabah menanti kekasih yang terpisah ribuan mil dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang diuji dengan kesabaran menanti jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal teman-teman sebaya satu persatu sudah

Flashback: Aisyah


Catatan harian ini bertanggal 11 September 2017. Aisyah bukan nama sebenarnya untuk melindungi identitas yang sesungguhnya.


"Saya takut ibu....polisi dimana-mana..." Aisyah, gadis kecil itu menangis sesenggukan di malam yang menggigit selepas hujan.

Gadis kecil yang merupakan salah satu murid pertama saya baru saja mengalami peristiwa yang paling mengerikan dalam hidupnya. Ayahnya dicokok polisi setelah membacok saudaranya karena masalah harta warisan.

Keluarga Aisyah tinggal di seberang komplek. Meski ayah Aisyah pemabuk, Aisyah adalah gadis cilik yang pintar dan solehah. Dahulu dia salah satu murid kesayangan saya, namun belakangan dia sering bolos mengaji.

"Saya malu bu! Saya malu melihat tatapan anak-anak lain karena ulah ayah saya. Saya takut diejek. Makanya saya sering bolos mengaji." Ujarnya suatu hari, saya diam memandanginya yang menangis.

"Justru buktikan bahwa kelak kamu akan jadi anak solehah yang akan menyelamatkan orang tua kamu dari neraka!"

"Tapi saya bu.... takut diejek".

"Katakan pada saya kalau ada yang seperti itu, biar saya marahi mereka. Jangan jadikan hinaan orang sebagai penghalang. Justru jadikan itu sebagai cambuk, biar kamu jadi anak pintar, solehah yang kelak akan menjadi kebanggaan orang tua."

Seharian kemarin adalah hari yang mengerikan buat kami terutama buat dia. Pos satpam di depan rumah jadi seperti ladang pembantaian dengan darah yang berceceran di mana-mana. Rupanya perseteruan kakak beradik itu berlanjut. Ayah Aisyah yang mabok, mencari-cari kakaknya sambil menghunus golok. 

Qadarallah, kakaknya sedang pulas tertidur di pos satpam rumah saya. Tanpa ba bi bu lagi, pria yang sudah kesetanan itu menyabetkan golok ke kaki dan kepala. Sedang kami penghuni hanya melihat dari sudut teraman. Beberapa warga yang melintas berteriak histeris sambil berlarian.

Aksi brutal lelaki itu baru berhenti setelah salah satu warga yang juga merupakan ayah dari murid saya menghajarnya. Namun pos satpam sudah banjir darah. Korban dilarikan ke rumah sakit terdekat dalam keadaan sekarat. Rumah sakit tidak bisa menyambung kembali kakinya karena banyak urat yang putus. 

Pihak keluarga memindahkan korban ke rumah sakit umum yang lebih lengkap dan gratis. Namun kami harus membayar uang perawatan di rumah sakit sebelumnya.

Sepanjang malam, polisi berjaga di sekitar rumah kami. Warga berdatangan mencari tahu.

"Bu, bagaimana hidup kami setelah ini?" tanya Aisyah pilu dengan wajah yang basah.

"Tidak ada sehelai daun yang jatuh tanpa sepengetahuan Allah, sayang. Ini semua rencana Allah. Dan pasti ini yang terbaik! Insya Allah ini akan jadi pelajaran terbaik
untuk semuanya."

"Bu, boleh saya kapan-kapan main ke rumah ibu."

"Boleh kalau saya ada di rumah...", jawab saya. Toh selama ini dia bebas keluar masuk rumah saya. Dan beberapa kali saya ajak jalan keluar. 

"Bu, tapi saya takut. Saya bingung...", malam kian larut dan mulai beranjak pagi.

"Ada Allah sayang! Biar Allah yang bantu! Hasbunallah wa ni'mal wakiil. Nanti saya bantu doa....Sebagai anak pertama, kamu harus bantu jaga adik-adik. Harus tegar biar mama kamu tegar juga."

"Bu apa iya saya masih bisa jadi anak solehah?"

"Bisa! Kesholehan seseorang tidak menurun kok. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk menjadi baik..."

"Bu...saya takut!"

"Ssstttt tidurlah sayang! Sudah hampir pagi! Kamu sudah terlalu banyak menangis hari ini. Ada Allah! Allah pasti akan mengirimkan bala bantuannya untuk menjaga kamu lewat saya, dan lainnya."

Akhirnya mata Aisyah terpejam. Dia teramat lelah seharian kemarin. Peristiwa yang mungkin tidak akan pernah dilupakan seumur hidupnya.

Aisyah, gadis kecil itu belum genap berusia 11 tahun harus menanggung beban hidup yang berat. Dan saya diberi kesempatan Allah untuk melihatnya agar saya sadar bahwa saya bukanlah orang yang paling malang sedunia. Ujian saya tidak seberapa dibanding orang-orang lain.

Comments

Popular posts from this blog

Sirplus, Solusi Minum Obat Puyer untuk Anak

'Excellent Services' ala Rumah Sakit Hermina

Hijab Syar'i Tak Perlu Tutorial