Ada alasan yang cukup emosional bagi saya mengapa saya menamakan blog yang baru dibuat akhir September 2018 ini dengan nama "Angin Rindu". Blog ini sekaligus mengawali titik balik dalam kehidupan saya untuk berhenti menangis dan berdiri gagah menantang masa depan.
Angin Rindu ini sebenarnya adalah judul draft novel saya, yang akhirnya saya posting di wattpad dengan judul yang sama "Angin Rindu". Novel ini tentang Hidup Rindu Larasati, seorang penulis kenamaan yang tinggal di New York tiba-tiba berubah drastis pasca kecelakaan parah yang membuatnya hilang ingatan. Tidak ada secuil memori tentang dirinya dan masa lalunya yang tersimpan di otaknya. Seketika itu hidupnya yang nyaris sempurna hancur berantakan. Bahkan keluarga kecilnya harus tercerai berai.
Beruntung Rindu tak kehilangan pegangan hidup. Saat berada di titik nol, Rindu malah menimba ilmu agama dan menghafal Al Quran.
Takdir pula yang akhirnya membawa Rindu terdampar di sebuah kampung yang sunyi bernama Sukabakti. Di kampung inilah Rindu menemukan kebahagiaannya kembali bersama Angin dan anak-anak Rumah Quran Ar Rahman. Sebuah kehidupan yang sama sekali jauh dari kehidupan glamornya dahulu di New York. Petualangan Rindu dengan Angin di Kampung Sukabakti membuat Rindu menjadi manusia baru yang bahagia.
Ketika akhirnya Steve, orang dari masa lalu Rindu kembali bersama dengan ingatan Rindu. Akhirnya Rindu harus memilih di antara dua pilihan, Steve atau Angin dan santri-santrinya.
Di kehidupan nyata, hidup saya tak jauh beda dengan kisah itu. Saya yang terdampar di sebuah kampung bernama Sukabakti, berkesempatan untuk mendalami ilmu agama dan akhirnya malah mengajar mengaji.
Di sana saya bertemu dengan tokoh Angin, salah seorang santri yang secara tak sadar membantu saya melewati masa sulit dalam pelarian saya di Kampung Sukabakti. Dengan pikiran naifnya pula dia mengajari saya bahwa hidup adalah perjalanan mencari kebahagiaan. Kebahagiaan macam apa yang dipilih akan menentukan petualangan yang menyertainya. Dan tetiba saya sadar, bahwa selama ini saya berpura-pura bahagia tak berani berputar haluan, keluar dari zona nyaman demi sebuah kebahagiaan yang sebenarnya.
Saya sebenarnya bahagia berada di kampung itu bersama segenap warga kampung yang penuh cinta, dan para santri yang menyertai perjuangan saya membangun Rumah Quran Ar Rahman. Saya menghabiskan hampir 70 persen dari 24 jam waktu saya dalam sehari untuk mengajar mereka tanpa pamrih. Ada semacam kebahagiaan ketika bersama mereka. Dan ketika saya dan anak lelaki saya kembali ke rumah, kami dihadapkan pada kesepian tak berujung dan juga kenyataan pahit bahwa saya dan anak saya bahkan belum memulai satu langkah pun untuk kebahagiaan kami.
Dan akhirnya setelah kejadian yang mengerikan, saya dan anak lelaki saya memutuskan untuk pergi dari kampung itu dan memulai hidup baru. Saya tak lagi mengajar mengaji, tetapi kembali bekerja. Anak saya mulai sekolah. Kami berdua serius menghafal Quran. Karena kami ingin tetap bersama di surga.
Kalau dunia tidak menawarkan kebahagiaan untuk saya dan anak saya. Maka setidaknya kami sudah punya tiket ke surga dengan menghafalkan ayat-ayatnya.
Untuk kamu, Angin dan santri-santriku yang lain. Mohon maaf bila kepergiaan saya membuat kalian sedih. Terima kasih untuk tiga tahun yang indah di Sukabakti, doakan yang terbaik untuk saya dan anak saya. Tetap belajar mengaji mesti tanpa saya, murojaah terus setiap ayat yang sudah saya sampaikan. Takutlah pada Allah! Karena bila kamu takut maka kalian tak akan berani berbuat maksiat, dan tak sanggup mengabaikan perintah Allah.
Saya mencintai kalian karena Allah. Insya Allah, kita bertemu lagi di surga. Kalau misalkan, kalian tidak menemukan saya di surga, carilah saya. Tanyakan kepada Sang Pemilik Surga.
22 November 2018
*Diketik sambil berderai air mata
Halo, mba, salam kenal,
ReplyDeleteAwalnya saya penasaran dengan nama angin rindu. Mungkin semacam cerpen, dan sejenisnya... Ternyata dalam banget maknanya.
salam kenal juga ya mban Nur. Iya....aku itu ceritanya "Rindu" ada tokoh Angin dan warga Kampung Sukabakti yang sangat kusayang.
ReplyDeleteAduh... Mba, kisahnya bikin saya spechless. Semoga Mba dan anaknya sehat selalu ya.
ReplyDeleteAamiin...terima kasih doanya ya mbak. Semoga mbak dirahmati Allah
Delete